Halaman

SELAMAT DATANG DI BLOG SEPRIADI KOTO

Minggu, 06 Februari 2011

Surat Seorang Ibu


Sahabat, apa yang kita capai di hari ini, tidak terlepas dari perjuangan mereka. Bapak dan ibu kita, terkhusus lagi ibu kita. Oleh karenanya selagi masih ada kesempatan, berikan kasih sayang kita, dengan memberikan sedikit waktu untuk bersama mereka dan membuat mereka tersenyum bahagia.
Mumpung masih ada waktu, gunakanlah kesempatan yang ada. Jangan sampai penyesalan yang menutup akhir cerita kebersamaan kita dengan mereka.
Hargailah mereka karena sebahagian dari kita tidak pernah merasakan kehadiran mereka.
Mereka, orang yang sangat mencintai kita…
===
Bila ingin mendownload dan menyimpannya, supaya dapat dibuka setiap saat agar hati kita kembali basah, buka keepvid.com. Kemudian pastekan code url yang dari http://www.youtube.com/watch?v=FbqDqFEvxtI dan download.

Kebimbanganku

Pada waktu aku bimbang, sebenarnya aku mundur satu langkah untuk melihat apa sebenarnya yang telah membuatku menjadi seperti itu. Siapa sih yang tidak punya masalah dalam hidupnya? Tidak ada orang yang tidak punya masalah, itu adalah jawaban yang aku temukan. Memangnya siapa sih yang tidak memiliki permasalahan. Malah aku rasa, suatu masalah membuat seseorang menjadi mengetahui seberapa bagus kualitas kehidupannya, tentu dilihat seberapa cakap ia bisa menyelesaikannya, bukan?.
Dan ketika rasa bimbang itu tidak kunjung padam, aku kira, aku salah dengan cara penyelesaian yang aku pilih. Ya, satu-satunya jalan adalah mencari jalan lain, hehehe, gampang kan?
Rasa bimbang sebenarnya adalah suatu indikasi ketika kita tengah berada dalam dua jalan, dua pilihan, dan sayangnya, kita tidak bisa memilih kedua jalan tersebut. Ibaratnya, makan buah simalakama. Daripada tidak dimakan, lapar, tidak tahu rasanya, aku sih pilih, makan saja sekalian buah itu. Ya, sayangkan, sudah nemu buah, tapi tidak dimakan. Hahaha, hanya berkelakar saja. Aku sering bilang, "kan, hidup itu terlalu berharga kalau hanya diisi dengan kemuraman saja, apalagi kebuntuan hidup". Kadang aku juga merasakannya sih, menemukan jalan buntu dalam hidup memang sangat menyebalkan. Hei, kabar baiknya, akan selalu ada jalan yang bisa membuat kita keluar dari jalan buntu tersebut. Tapi jangan gelap mata dengan berbuat kejahatan, ya. (meski bagi sebagian orang itu adalah jalan keluar –atau jalan pintas). Orang bijak bilang, kalau kau jadi alat tempa, bersabarlah. Kalau kau jadi palu, hantamlah. Kalau satu-satunya alat yang kau punyai hanya martil, maka semua masalah akan tampak seperti paku. Ya, hajar saja! Bukan dengan memukul orang yang membuat kita bermasalah ya!, kalau kek gitu mah salah. Maksudnya ’hajar’ di sini adalah menyelesaikan segala masalah dan kebimbangan dengan cara-cara yang bermartabat dan beradab. Ya., tidak perlu grasak-grusuk, lho. Ketenangan dalam bertindak adalah kunci utamanya. Bimbang adalah situasi di mana kita diharuskan memilih atau tidak memilih sama sekali. Padahal kalau dipikir-pikir tidak memilih saja berarti sudah memilih. Ya, memilih untuk tidak memilih. Segampang itu.
Suatu ketika, seseorang bertanya padaku, pilih mana logika atau kata hati? Lantas aku jawab begini, bahwa kedua-duanya sama penting, yang satu melengkapi yang lain. Tapi kalau aku lebih condong untuk memilih kata hati, kenapa, entah kenapa naluri lebih bisa diandalkan daripada logika, meski logika adalah cara pikir yang patut diperhitungkan. Tapi ya itu tadi, kadang naluri seseorang lebih kuat daripada logika yang dimilikinya. Ambil contoh begini, kita tengah berada di padang pasir yang menurut logika tidak mungkin sama sekali kalau kita menggali semeter di tempat kita berdiri akan keluar air, andaikan saja kita di sebuah bukit pasir yang rasanya semua daratan hanyalah pasir, lainnya tidak. Tapi naluriku kuat mengatakan, dan dengan keyakinan yang sangat, bahwa kalau aku menggali di tempat ini akan keluar air. Mungkin logika akan merana ketika aku menggali dan benar-benar keluar air. Itulah kelebihan dari naluri. Naluri membuat seseorang mampu bertahan hidup dari apapun dan dimanapun ia berada. Logika juga patut diperhitungkan, bukan maksud aku untuk menjatuhkan logika, sama sekali bukan itu maksudku, juga dengan orang yang bertanya kepadaku, aku hanya ingin mengatakan, bagiku, naluri bisa lebih aku andalkan, meski adakalanya meleset! Karena itu, biasanya aku malah menggabungkan keduanya andaikata kalau aku menemukan suatu pilihan yang rumit dan tidak satupun lebih condong, antara logika dan naluri, maka aku menggabungkan keduanya untuk membuat suatu pilihan atau keputusan. Mungkin dengan jalan seperti itu aku bisa menghilangkan kebimbangan-kebimbangan yang kurasakan dalam menjalani kehidupan.
Tapi, orang yang bertanya itu kembali bertanya setelah aku mengemukakan jawabanku. Kenapa orang hidup mesti memilih? Aku tertawa sendiri, meski aku tidak tahu dimana letak kelucuannya, tapi ya itu, aku tertawa sendiri. Yah, bukannya hidup itu adalah masalah pilihan, kamu memilih jadi orang baik, maka kamu akan menjadi otrang baik, kamu memilih jahat, seketika saja kamu telah menjadi jahat, kamu tidak memilih menjadi apa-apa, maka kamu bukan apa-apa. Hidup memberi pilihan, dan kita memilih. Kita akan menjadi ’siapa’ atau si ’apa’ itu tergantung bagaimana kita memilih jalan hidup kita. Kalau aku memilih menjadi orang baik, maka aku akan menjadi orang baik sesuai dengan keinginanku meski ada kemungkinan kalau aku bisa menjadi bisa tidak baik. Begini, kalau kita menanam rumput tidak mungkin kita mengharapkan bisa memanen padi. Kalau kita menanam padi, bisa saja di sela-selanya dapat tumbuh rumput, selain kita bisa memanen padi sebagai hasilnya. Dengan kata lain, meski kita memilih menjadi baik selalu ada kemungkinan sifat-sifat yang tidak baik menyertai perjalanan kita untuk menjadi tidak baik. Hanya, seberapa tahan kita mengekang sikap tidak baik itu dalam kehidupan. Kita tidak bisa membunuh nafsu dalam diri kita, kita hanya bisa mengendalikannya supaya kehidupan kita yang baik ini tidak menjadi rusak karena nafsu yang tidak terkendali.
Dan, dia tidak bertanya kembali soal pilihan hidup. Mungkin saja ia mencoba meneguhkan hatinya dengan pilihan yang akan dibuatnya nanti, yang akan menentukan jalan hidupnya. Kalau ia akan memilih menjadi apa nanti, dalam kehidupannya kelak!
Kalau aku, ya, aku sih memilih meneruskan hidupku sendiri. Hahaha, lha, kalau sudah memilih tapi tidak meneruskan hidup, aku rasa pilihan itu akan sia-sia saja. Yah, bimbang tidak akan membuatku untuk memilih menghentikan hidup! Itu namanya bunuh diri!***